Heboh!!! Karena Diduga........Anies Baswedan Terancam Tidak Jadi Pinpin Ibu Kota
GUDANG HOT NEWS - Frankfurt Book Fair merupakan pameran buku terbesar di Eropa yang menampilkan karya sastra lebih dari 100 negara didunia yang dipamerkan dalam pameran di Frankfurt, Jerman.
Pada tahun 2015 waktu Anies Baswedan menjabat sebagai Mendikbud, Indonesia diundand oleh Jerman sebagai tamu terhormat atau Guest Of Honor danam Frankfurt Book Fair 2015.
Sebagai tamu kehormatan, Kemindikbud dibawah kendali Anies Baswedan menyiapkan dana sebesar 10 juta Euro (Sekitar Rp 146 M).
Besarnya biaya yang dihambur-hamburkan hanya buat berpartisipasi dalam perhelatan Farnkfurt Book Fair di Jerman tentu saja tidak sepadan dengan kondisi dimana banyaknya sekolah-sekolah yang rusak dan hapir ambruk dan diwaktu para guru honorer di pedalaman-pedalaman yang menerima gaji senin kamis alias tidak tentu.
Jumlah peserta yang diikutkan dalam acara itu juga sangat luarbiasa banyaknyam yaitu 123 peserta, termaksuk sejumlah Satrawan. Biaya Rp146 M itu termaksuk sewa pavalion senilai Rp19M, Biaya akomodasi buat 123 peserta, biaya penerjema yang menerjemakan 200 buku dalam bahasa ndonesia dan bahasa daerah lainnya ke dalam bahasa jerman.
Biaya lainnya yaitu pembuatan stand, biaya pengangkutan perlengkapan, Souvenir dan Barang-barang yang ditampikan di Frankfurt, termasuk 15 ribu batang bambu yang didatangkan dari indonesia ke Frankfurt buat memperindah Hall Paviliun dan Stand dengan kesan asli Indonesia, serta berbagai biaya-biaya pretelan lainnya.
BACA JUGA BERITA SEBELUMNYA >>> PKS Galang Dana Dan Bentuk Crisis Center Demi Bantu Etnis Rohingya
Tentu saja anggaran sebesar itu tidak rasional ditengah carut-manarutnya dunia pendidikan di negri ini, tentunya lebih mulia memperbaiki sekolah-sekolah yang rusak, serta mendirikan sekolah-sekolah baru di daerah-daerah terpencil yang membutuhkan.
Dengan dana sebesar itu. Bisa bangun 32 ribu gedung sekolah baru, dan juga yang tidak kalah mulianya yaitu mengurusi dan memperbaiki gaji para guru honorer yang tidak menentu di daerah-daerah terpencil di negri ini.
Anggaran itu terlalu dipaksakan dan tidak sepadan dengan kualitas kepersertaan Indonesia dimana Kemendikbud hanya bawa 200 buku saja, padahal dengan dana sefantastis itu bisa bawa lebih dari 1.000 buku.
Ternyata bukan hanya Komisi X bidang Pendidikan DPR RI yang merasa kecewa dengan tidak melibatkan mereka dalam pembahasan terkait acara akbar di Frankfurt tersebut. Ternyata beberapa diplomat Indonesia di Jerman yang hadir dalam pameran itu juga menyayangkan materi yang ditampilkan tidak sejalan dengan apa yang selama ini menjadi garis diplomasi RI di Jerman.
Sebaiknya BPK melakukan audit kembali secara menyeluruh terkait penggunaan dana sebesar 146M. Pakah ada indikasi merugikan negara atau tidak, begitu juga KPK agar melakukan sidik apakah ada iddikasi penyelewengan dana atau tidak, supaya jelas apakah dana sebesar itu sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya atau tidak.
Tentu saja dimana masa menjelang putaran kedua pilkada DKI ini, Anies Baswedan tidak akan senang kalau BPK melakukan Aidit ternyata bukan hanya Komisi X BIdang Pendidikan DPR RI yang merasa kecewa dengan tidak melibatkan merekan dalam pembahasan terkait acara akbar di Frankfurt tersebu. Ternyata beberapa diplomat Indonesia di Jerman yang hadir dalam pameran itu juga menyayangkan materi yang ditampilkan tidak sejalan dengan apa yang selama ini menjadi garis diplomasi RI di Jerman, sebaiknya BPK melakukan Audit kembali secara menyeluruh terkait penggunaan dana sebesar Rp146M, apakah ada Indikasi merugikan negara atau tidak.
Begitu juga dengan KPK agar melakukan sidik apakah ada Indikasi penyelewengan dana atau tidak, agar jelas apakah dana sebesar itu sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya atau tidak.
Tentu saja dimasa menjelang putaran kedia pilkada DKI ini, Anies Baswedan tidak akan senang kalau BPK melakukan Audit kembali dan KPK melakukan penyelidikan soal dana Rp146M dalam ajang Frankfurt Book Fair 2015. Alasan basi pasti akan mencuat, yaitu di bilang Tnah, pembunuhan karakter, Politisi dan bla bla bla lah.